Jakarta, SETARA Institute dan INFID memberikan 7 (tujuh) rekomendasi masalah hak asasi manusia (HAM) terutama kepada pemimpin nasional baru yang akan dipilih melalui Pilpres 2024.
“Pertama rekomendasi ditujukan kepada Presiden Jokowi, untuk mengakselerasi adopsi instrumen HAM internasional melalui ratifikasi Optional Protocol to the Convention Against Torture dan pengesahan RUU Ratifikasi Konvensi Anti Penghilangan Paksa,” kata Direktur Eksekutif SETARA Institute Halili Hasan di Kawasan Menteng, Jakarta, Minggu (10/12/2024).
Halili menyampaikan rekomendasi kedua yakni mengambil tindakan segera untuk mencetak legacy di bidang HAM.
“Di antaranya melalui penghentian Proyek Strategis Nasional (PSN) yang belum terrealisasi dan menimbulkan pelanggaran HAM, akselerasi penyelesaian yudisial pelanggaran HAM berat masa lalu, termasuk penuntasan kejahatan pembunuhan atas Munir Said Thalib,” ujarnya.
Selanjutnya rekomendasi ketiga kepemimpinan nasional baru harus menjadikan HAM sebagai basis penyusunan perencanaan pembangunan.
“Kepemimpinan nasional baru harus menjadikan HAM sebagai basis penyusunan perencanaan pembangunan melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029 dengan indikator-indikator yang presisi dan berbasis pada disiplin hak asasi manusia,” sebut Halili.
Rekomendasi keempat kepemimpinan nasional baru memperkuat dukungan kebijakan yang mengikat sektor bisnis dan dukungan penganggaran yang signifikan untuk pengarusutamaan bisnis dan HAM sebagai instrumen perwujudan kesetaraan akses terutama hak atas tanah untuk mencegah keberulangan kasus pelanggaran HAM pada sektor bisnis.
“Kelima, Kepemimpinan nasional baru memastikan perencanaan pembangunan yang inklusif dan memastikan semua entitas warga negara memperoleh jaminan pemajuan kesejahteraan tanpa diskriminasi,” ujar Halili.
Keenam, Kepemimpinan nasional baru mengadopsi dan memastikan tata kelola yang inklusif (inclusive governance) dalam menangani intoleransi, radikalisme dan terorisme, guna mewujudkan inclusive society yang memiliki ketahanan atau resiliensi dari virus intoleransi dan radikalisme.
“Untuk ketujuh, Kepemimpinan nasional baru mengagendakan pembahasan sejumlah RUU yang kontributif pada pemajuan HAM seperti RUU Masyarakat Adat, RUU Sistem Pendidikan Nasional serta melakukan tinjauan ulang terhadap regulasi dan kebijakan yang kontra-produktif pada pemajuan HAM seperti UU Cipta Kerja dan UU Perubahan Kedua UU ITE,” pungkas Halili.