Ketiga, Jokowi menggunakan iparnya Anwar Usman ketika menjabat sebagai Ketua MK membukakan jalan bagi GRR menjadi Cawapres. Di sini terjadi pelanggaran terhadap pasal 24 UUD 1944 karena membuat MK kehilangan kemerdekaan dan kemandirian.
Keempat, Jokowi menempatkan anaknya (GRR) menjadi Walikota Surakarta dan menantunya (M. Boby Afif Nasution) menjadi Walikota Medan, adalah bagian dari membangun Dinasti Politik dan Nepotisme, serta melahirkan konflik kepentingan dalam pengelolaan keuangan Negara dan Daerah serta tugas-tugas pemerintahan lainnya.
Kelima, Presiden Jokowi dinilai sudah tidak punya urat malu sebagai manusia normal, karena meskipun telah berkali-kali dihina oleh banyak pihak dengan pernyataan yang menistakan, akan tetapi Jokowi tidak pernah merasa dinistakan sedikitpun bahkan menganggap sebagai soal kecil. Padahal soal dinistakan terus menerus itu berdampak buruk pada aspek etika bernegara. Artinya ketika Jokowi membiarkan dirinya dihina maka pada saat yang sama Jokowi merusak Etika bernegara dan berbangsa.
“Keenam, Sebagai pemegang kekuasaan tertinggi pembina ASN, maka Pernyataan Presiden Jokowi bahwa Presiden bisa turun kampanye tanpa menggunakan fasilitas negara bahkan boleh memihak pada pasangan calon tertentu, sebagai isyarat bahwa Presiden dengan kekuatan penuh ASN dan Aparatur Negara lainnya akan berkampanye untuk Paslon 02, karena di dalamnya ada Gibran,” tandas Petrus.