“Dengan masih kuatnya persepsi ancaman internal dan orientasi inward looking, prajurit TNI yang ditempatkan dan mengisi struktur teritorial tersebut, mulai dari Kodam hingga Koramil akan lebih banyak disibukkan untuk mengurusi persoalan politik, sosial masyarakat dan isu keamanan dalam negeri, bukan fokus ke tugas pokoknya dalam menghadapi ancaman eksternal dari negara lain,” ujar Gufron.
Dengan semakin menguatnya Koter, menurut Gufron, ruang dan kecenderungan bagi militer untuk berpolitik menjadi tinggi.
“Secara organisasional, Koter dibangun dengan asumsi pembagian administrasi pemerintahan, karena itu strukturnya menduplikasi birokrasi pemerintahan dari pusat sampai daerah hingga di level yang paling rendah,” ujarnya.
Dengan struktur semacam itu, masih kata Gufron pimpinan atau komandan Koter dapat terlibat secara langsung dengan pemerintah daerah, termasuk untuk mempengaruhi kebijakan-kebijakan di daerah.
Dirinya menambahkan aparat teritorial akan lebih banyak bertugas atau berkaitan dengan urusan politik, keamanan dalam negeri, dan pemerintahan sipil.
“Pengalaman historis juga menunjukkan Koter menjadi instrumen kontrol terhadap masyarakat, termasuk misalnya digunakan dalam menghadapi konflik agraria yang terjadi di daerah,” katanya.