Jakarta, Upaya membangun reformasi TNI kerapkali mengalami gangguan melalui perluasan penempatan TNI pada jabatan sipil di luar ketentuan Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Penempatan tersebut memicu pelembagaan rutinitas penempatan prajurit-prajurit, terutama perwira, pada jabatan-jabatan yang tidak berkaitan dengan pertahanan negara.
“Padahal urusan-urusan pada jabatan tersebut dapat dikelola oleh aparatur sipil yang memiliki kapasitas sesuai bidangnya,” kata Direktur Eksekutif SETARA Institute, Halili Hasan melalui keterangannya kepada beritakanal.net di Jakarta, Sabtu (16/3/2024).
Dalam konteks itu, menurut Halili terlihat bahwa pemerintah tidak punya komitmen politik untuk menguatkan reformasi TNI, juga Polri, sesuai dengan amanat Reformasi 1998.
“Konsekuensi yang ditimbulkan atas penempatan TNI/Polri pada jabatan sipil tersebut adalah menghidupkan kembali Dwifungsi ABRI dengan dalih kompetensi, yang justru dilakukan oleh pejabat sipil yaitu Joko Widodo,” ujarnya.
Melalui penempatan tersebut, Halili menegaskan TNI/Polri tidak lagi hanya mengerjakan tugas utamanya sebagai alat pertahanan dan keamanan negara, tetapi kerja-kerja administratif dan sosial-politik lainnya.